JAKARTA, SUDUTPANDANG.ID – Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) kembali menggelar sidang lanjutan perkara sengketa merek produk plastik dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Kamis (8/5/2025). Dalam persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tutur Sagala menghadirkan terdakwa Chalas Kromoto.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Ni Made Punami, didampingi oleh dua hakim anggota, Heru Kuncoro dan Arif Yudiarto. Perkara ini teregister dalam SIPP PN Jakarta Timur dengan Nomor: 59/Pid.Sus/ 2025/JKT.Tim.
Terdakwa Chalas Kromoto diperiksa terkait dugaan pemalsuan merek dalam produk plastik bermerek Water Polo Plast, yang menurutnya telah mulai dipasarkan sejak Maret 2021, meskipun saat itu sertifikat merek belum diterbitkan. Ia mengklaim bahwa merek tersebut terdaftar atas namanya bersama rekannya, Daniel William.
“Memasarkan produk mulai Maret 2021. Harusnya tulisan Water besar,” ujar Chalas di hadapan majelis hakim.
Sebelumnya, majelis hakim telah memintai keterangan dari dua saksi ahli, yakni Dr. Hendri Jayadi, SH, MM, selaku ahli hukum pidana, dan Nova Susanti, SH, M.Hum dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum).
Dr. Hendri Jayadi, menjelaskan bahwa proses pembuktian dalam tahap penyidikan memiliki keterbatasan. Ia hanya menilai berdasarkan dokumen serta kronologis yang disampaikan penyidik.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (FH UKI) Jakarta ini juga menyebutkan bahwa merek asli didaftarkan sejak 2017, namun kemunculan merek lain menimbulkan keberatan hingga berujung pada gugatan.
“Jadi, semua informasi dan dokumen itu disajikan oleh penyidik kepada saya. Dan saya menilai berdasarkan kronologis dan dokumen yang disampaikan oleh penyidik, maka saya sampaikan kalau betul dokumen itu sah atau berkekuatan hukum atau fakta sebenarnya,” ungkap Hendri yang juga Dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Sementara itu, Nova Susanti dari DJKI menyatakan bahwa terdakwa telah melalui seluruh prosedur pendaftaran merek sesuai aturan, termasuk masa publikasi selama dua bulan. Ia juga menjelaskan perbedaan visual antara kedua merek yang disengketakan.
Menurut Nova, permasalahan utama dalam perkara ini adalah kemiripan unsur kata “Polo” yang dapat menimbulkan kebingungan publik.
“Merek terdakwa menggunakan gambar penunggang kuda dengan tombak merah, sementara merek pelapor bergambar kuda membawa pedang hitam-putih,” jelasnya.
Meski merek milik terdakwa akhirnya dicabut melalui putusan, Chalas mengaku hanya menyampaikan informasi melalui status WhatsApp dan pemberitahuan kepada para sales, tanpa menggunakan media massa.(Paulina/01)