Hemmen

Surati Jokowi, OC Kaligis Ungkap Kasus Stefanus Robin Pattuju Bukan Hal Baru di KPK

OC Kaligis Jokowi
Advokat OC Kaligis ketika menyerahkan buku kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat sebagai Wali Kota Solo/Foto:dok.pribadi OC Kaligis

31. Seandainya para Prof, pendemo itu ingin lebih mendalam mengetahui mengenai KPK yang korup, silahkan memesan buku saya berjudul: Korupsi Bibit-Chandra, KPK Bukan Malaikat, Mereka yang Kebal Hukum, Kasus Kasus Tebang Pilih. Semuanya terbitan resmi berlabel ISBN. Mungkin dengan membaca buku-buku saya, dimana saya dapat membagi pengalaman praktek saya selama kurang lebih 50 tahun, Para Prof yang saya hormati, berhenti berprasangka buruk terhadap Mahkamah Konstitusi.

32. Bahkan temuan Pansus DPR-RI tahun 2018 terhadap KPK, membuktikan betapa korupsinya KPK, pimpinan Prof. Laode, Saut Situmorang dan kawan kawan.

Kemenkumham Bali

33. Adalah Ketua Komisioner KPK, Antasari Azhar di Juli tahun 2009 membuat laporan polisi mengenai korupsi di tubuh KPK. Berhasil diboikot dengan cara mengkriminalisasi Antasari, melalui rekayasa dakwaan pembunuhan, yang sama sekali tidak dilakukannya.

34. Bahkan hasil laporan Pidana Antasari, menyebabkan korupsi Bibit-Chandra, berhasil di nyatakan lengkap (P-21) baik oleh polisi maupun jaksa. Tentu setelah melalui gelar perkara. Di sini terbukti bahwa SBY tidak serius memberantas korupsi, sekalipun slogan dan semboyan SBY: ”Katakan Tidak Kepada Korupsi.” Korupsi Bibit-Chandra dilindungi melalui langkah “Deponeering”

35. Sebaliknya, demi pencitraan, hal yang sama tidak dilakukan deponeering terhadap besannya saudara Pohan, Andi Malaranggeng, Angelina Sondakh, Jero Wacik, Surya Dharma Ali dan pionir pioner Partai Demokrat lainnya yang terjaring pidana. Apa guna slogan pencitraan tebang pilih “Katakan Tidak Kepada Korupsi” dan Pakta Integritas yang dibuat dan diproklamirkan SBY di Cikeas, bila justru korupto- koruptor KPK seperti Bibit-Chandra, tidak dimajukan ke Pengadilan? Ditangguhkan melalui deponeeringnya SBY?.

36. Tertangkapnya suap penyidik KPK saudara Stepanus Robin Pattuju (SRP) bukan peristiwa baru yang terjadi didalam tubuh KPK. Di tahun 2009 terjadi kasus serupa. Saat itu, KPK melakukan penyidikan perkara korupsi PT. Masaro yang dimiliki saudara Anggoro.

37. Mengetahui hal tersebut, Angodo, saudara Anggoro menghubungi calo perkara saudara Ir. Ari Muladi. Maksud Anggodo, supaya Ir. Ari Muladi yang kenal baik dengan saudara Ade Rahardja, Deputi Penindakan KPK dapat mengusahakan agar cekal dan kasus korupsi Anggoro selaku direktur PT. Masaro, dapat dicabut cekalnya, dan dihentikan penyidikannya.

38. Ade Rahardja setuju asal ada uang atensi. Dari BAP. Ir. Ari Muladi tertanggal 11 Juli 2009, yang dibuat di hadapan penyidik polisi Kompol Firman, SH, Sik dan AKBP. Drs. Agus Irianto, SH,M.Si, pengakuan pertama Ir. Ari Muladi adalah bahwa dia kenal baik dengan Ade Rahardja, sudah sejak Ade Rahardja bertugas sebagai polisi di Surabaya. Ade Rahardja lah yang menyanggupi jadi calo perkara, karena Ade Rahardja sebagai orang dalam KPK, kenal dengan semua komisioner KPK, dan para penyidik yang menangani kasus Anggoro, Dirut. PT. Masaro.

39. Akhirnya terjadilah transaksi suap di tahun 2008. Uang suap sebesar kurang lebih empat miliar rupiah, asalnya dari Anggodo, dibagikan antara lain kepada oknum-oknum petinggi KPK saudara M. Yasin dan Bibit , sedangkan Chandra Hamzah mendapatkan uang haram itu pada tanggal 15 April 2009 di parkiran Pasar Seni di Jalan Rasuna Said. Selain itu Ade masih meminta Rp400 juta untuk penyidik, dan Rp250 juta untuk biaya operasional.

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan