Hemmen

Surati Jokowi, OC Kaligis Ungkap Kasus Stefanus Robin Pattuju Bukan Hal Baru di KPK

OC Kaligis Jokowi
Advokat OC Kaligis ketika menyerahkan buku kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat menjabat sebagai Wali Kota Solo/Foto:dok.pribadi OC Kaligis

20. Hampir semua yang pernah dijerat sangkaan korupsi oleh KPK, mengakui bahwa pemeriksaan oleh KPK di Pengadilan adalah Pengadilan Pro-Forma, Pengadilan sandiwara. Sia-sia menampilkan fakta-fakta yang meringankan. Fakta yang menguntungkan terdakwa, tidak pernah masuk dalam tuntutan Jaksa KPK.

Contohya kasus Miranda Gultom yang maju ke Pengadilan tanpa bukti. Gubernur Ridwan Mukti diadili tanpa bukti. Temuan BPK, kerugian negara NIHIL untuk kasus sangkaan korupsi Menteri Agama Surya Dharma Ali, sama sekali diabaikan. Karena kalau dipertimbangkan SDA pasti divonis bebas. Fakta hukum yang selalu diabaikan KPK terdapat dalam putusan Hakim Agung Artidjo almarhum, yang bertindak sebagai algojo mitra JPU KPK. Sudah banyak ahli hukum yang mengkritisi putusan Artidjo yang diputus tanpa pertimbangan hukum, mengabaikan pendapat ahli dalam berkas, mengabaikan bukti-bukti novum, mengabaikan ketentuan hukum acara sebagaimana diatur didalam KUHAP.

Kemenkumham Bali

21. Pernah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai korupsi KPK sebesar Rp31 miliar, ramai menghiasi media. Berita itu bukannya ditindak lanjuti, malah sebaliknya. Kasus korupsi itu tenggelam beritanya jauh kedalam dasar laut.

22. Perkara No:11/Pid.B./TPK/2007/PN.JKT.PST. Perkara korupsi Prof. DR. H. Sjaukani Hassan Rais. Mengadili Perda dan Kebijakan. Baik dalam perkara Abdullah Puteh maupun dalam perkara Syaukani, para penasehat hukum masih diperbolehkan mendampingi para saksi dalam pemeriksaan di tingkat penyidikan oleh KPK. Dasar hukumnya: Saksi berhak didampingi berdasarkan kuasa mendampingi sebagaimana diatur dalam pasal 1792 Kitab Undang Undang hukum Perdata.

Di saat itu pertanyaan pertanyaan menjerat, pertanyaan dibawah tekanan, dapat dihindari. Setelah itu, saksi tak dapat lagi didampingi. Sebabnya, tanpa pendampingan, intimidasi, pertanyaan menjerat, bebas dilakukan penyidik tanpa hadirnya penasehat hukum.

23. Prof. Syaukani dalam mengamankan investasi daerah, dalam menciptakan suasana kondusif, menerbitkan beberapa peraturan daerah. Antara lain diterbitkan peraturan mengenai uang perangsang, biaya operasional Bupati untuk periode 2004-2009.

Semuanya itu menurut ahli Pemerintahan Bapak Prof. M. Ryaas Rasyid, Ahli Fungsi Pemerintahan Daerah dalam Pemberdayaan Masyarakat, dalam kesaksiannya memberi pendapat ahli, bahwa yang dilakukan Prof. Syaukani, bukan perbuatan melawan hukum dan masih dalam jalur-jalur hukum. Kerugian negarapun nihil.

Demikian keterangan ahli penghitung kerugian negara saudara ahli Soejatna Soenoesoebrata. Sayangnya semua ahli yang mendukung Prof. Syaukani, sama sekali tidak dipertimbangkan. Karena menderita sakit ingatan, kasus Syaukani tidak diputus tuntas.

24. Dalam perkara Syaukani, KPK berhasil merekayasa keterangan ahli BPKP masing-masing saudara Enan Sugani dan saudara Hastoni, yang merangkap sekaligus selaku penyidik dan Penuntut KPK. Pokoknya terjadi praktek menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan yang maksiat.

25. Pendampingan Advokat terhadap pemeriksaan saksi. Dewasa ini, hal itu tidak diperbolehkan lagi oleh KPK. Dengan absennya Advokat mendampingi saksi, saksi dapat diperiksa di Apartemen atau di Resort Mewah.

Contohnya, pemeriksaan saksi a charge Yulianis dan Oktorina Furi di Apartment Ritz Carlton atau di Great Western Resort. Patut dipertanyakan, apa ada uang pelicin, sampai hal itu bisa terjadi?. Sedangkan untuk pemeriksaan saksi saksi lainya, musahil kalau itu bisa dilakukan di resort-resort mewah.

26. Begini jadinya, kalau tidak ada Dewan Pengawas. Itu sebabnya KPK nya Saut Situmorang, Novel Baswedan dkk, menolak mati-matian revisi KPK baru, dimana dibentuk Dewan Pengawas. Ditambah dengan Penyidik KPK harus dilantik jadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai bahagian eksekutif.

27. Untuk menolak revisi UU KPK, KPK memobilisir kurang lebih 51 Prof. Untuk berdemo di kantor Mahkamah Konstitusi, disertai petisi ke para hakim MK untuk menggagalkan revisi UU KPK yang baru. Bahkan sebelum putusan, Prof. Laode dan Saut Situmorong para ex Komisioner melalui media, telah memberi komentar, bahwa Revisi KPK baru, melemahkan pemberantasan korupsi. Mereka lupa bahwa mereka turut melindungi Penyidik tersangka dugaan pembunuhan Novel Baswedan.

28. Perbuatan para cendikiawan yang berdemonstrasi tersebut terbilang perbuatan Contempt of Court, Perbuatan merongrong wibawa Pengadilan, dengan menciptakan peradilan jalanan, terhadap perkara di MK yang lagi berjalan.

29. Mungkin pendemo yang bertitel sangat terhormat sebagai Prof, sama sekali tidak punya pengalaman empiris di KPK, tidak mengetahui, atau sama sekali tidak mengetahui mengenai KPK yang korup, sudah semenjak dipimpin oleh Ketua Komisioner KPK saudara Antasari Azhar.

30. Usaha Antasari Azhar membersihkan KPK yang korup kandas di tengah jalan, karena di waktu itu SBY sama sekali tidak punya political will untuk memberantas korupsi. Sebaliknya, melalui manuver deponerring, korupsi internal KPK, tidak pernah terbongkar. Dalam kasus Bibit-Chandra, akan terbukti siapa calo perkara, penyidik siapa yang menerima suap, siapa-siapa komisioner yang mendapat rejeki dari uang suap tersebut.

Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan