Hemmen

Surat OC Kaligis ke Presiden Jokowi, Bhinneka Tunggal Ika Menghadapi Kehancuran

Advokat senior OC Kaligis bersama asisten/foto:istimewa

Jakarta, SudutPandang.id – Advokat senior OC Kaligis mengaku sedih dengan kondisi toleransi kehidupan beragama di Indonesia saat ini. Akademi yang dikenal aktif menulis buku ini pun mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dari Lapas Sukamiskin, Bandung.

Dalam suratnya, ia mengulas sejarah singkat toleransi di Indonesia dari masa ke masa. OC Kaligis berharap kehidupan toleransi negeri ini kembali seperti semula. Jika hal ini terus dibiarkan, ia berkeyakinan sebentar lagi Bhinneka Tunggal Ika, kesatuan dalam perbedaan, perbedaan dalam kesatuan, hancur berkeping-keping.

Berikut isi surat OC Kaligis yang dikirim ke Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin, Sabtu (29/8/2020):

Sukamiskin, Sabtu, 29 Agustus 2020.
No.

Kepada yang saya hormati
Bapak Presiden R.I.
Bpk. Ir. Joko Widodo dan
Bapak Wakil Presiden R.I.
Bapak H. Ma’ruf Amin.
Di
Jakarta

Bhinneka Tunggal Ika menghadapi kehancuran.
(Kesatuan dalam perbedaan dan perbedaan dalam kesatuan, tinggal simbol sejarah yang telah punah?)

Dengan hormat,
Perkenankanlah saya, Prof. Dr. Otto Cornelis Kaligis, warga binaan Sukamiskin, berdomisili hukum sementara di Lapas Sukamiskin, bersama ini hendak menyampaikan renungan saya mengenai makna hidup toleransi sebagai berikut :

1. Hari ini, saya kebetulan membaca sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional Haji Agus Salim. Cendikiawan, Diplomat, Pejuang Kemerdekaan, yang mahir tujuh bahasa, asal Minangkabau.

2. Di era perjuangan Indonesia, H. Agus Salim mempunyai seorang saudara kandung bernama Chalid Salim, seorang penganut paham komunis yang dibuang Belanda ke Digul, karena dianggap Belanda membahayakan Pemerintah Kolonial Belanda. Pembuangan Chalid Salim ke Digul terjadi pada tahun 1928.

3. Saya membaca Memoir 15 tahun di Digul mengenai kehidupan Chalid Salim. Dalam masa penahanannya selama di Digul, akhirnya Chalid meninggalkan paham Komunis dan setelah mendalami agama Katolik, Chalid dipermandikan pada tanggal 26-12-1942 oleh Pastor Mauwese, dengan nama permandian Ignatius Fransiscus Michael Chalid Salim.

4. Reaksi H. Agus Salim. Sebagai seorang Minang yang mayoritas beragama Islam tentu rekan-rekan H.Agus Salim mempertanyakan kepada beliau, tanggapan beliau atas peristiwa pembatisan ini. Jawab H.Agus Salim : “God zij dank, Alhamdulilah. Sekarang Chalid telah mengenal Tuhan”.

Ini yang membuat saya lebih dekat dengan dia. Keluarga di Minang pun merestui. Tidak seorangpun yang mengucilkan Chalid, dengan sebutan kafir. Bahkan ketika Chalid telah bebas dan berdiam di Belanda, H.Agus Salim ketika bertemu dengan Chalid, kembali menyatakan kegembiraannya karena adiknya telah mengenal Tuhan, dan kata beliau: “Pilihanmu sudah menjadi takdir Illahi”.

Bukti betapa sejak dahulu pluralisme agama terlaksana dengan baik di Indonesia. Ketika Perdana Menteri Amir Syarifoeddin pindah agama dari Islam ke Kristen, mediapun tak mempersoalkan hal tersebut. Bahkan ketika Amir Syarifoeddin dieksekusi, dia memegang erat didadanya Kitab Injil.

Saya lantas merenung, betapa panasnya berita sekarang, ketika Injil diterjemahkan dalam bahasa Minang. Untungnya Menteri Agama bereaksi enteng, dengan menyebut bahwa terjemahan itu adalah hal yang biasa. Bahkan Injil telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa.

5. Bagi saya perjuangan dan kemerdekaan Indonesia bukan monopoli satu golongan. Itu sebabnya the Founding Fathers, pimpinan Presiden pertama Indonesia, Bapak Ir. Soekarno, reaksi pertama beliau terhadap kalimat pertama Pancasila yang tadinya berbunyi “Ke Tuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan hanya kalimat “KeTuhanan Yang Maha Esa.” Bukti bahwa pelopor Pendiri Bangsa tidak menghendaki Indonesia sebagai negara Agama. Indonesia bukan negara Agama.

6. Mungkin banyak juga yang tidak mengetahui bahwa sayembara gambar bangunan Masjid Agung Istiqal dimenangkan oleh arsitek beragama Kristen seorang anak pendeta, saudara Poltak Silaban. Mesjid dirancang dengan filosofi dasar: “Simbol toleransi keberagamaan”. Sampai ahkir hayatnya arsitek Silaban aktif mengikuti pembangunan Masjid yang proses pembangunannya memakan waktu 17 tahun.

Ketika Presiden Soekarno mengumumkan sang pemenang yang adalah seorang Kristen, Pemuka Agama Islam, saudara Buya Hamka, memeluk Poltak Silaban, sebagai tanda pemberian selamat. Bahkan juara tiga perancang gambar Masjid Istiqal, juga seorang Kristen Belanda bernama Han Grunewegen.

7. Ketika setiap tahun, di momen-momen bersejarah, bangsa Indonesia menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, nama Wage Rudolf Supratman, seorang Penganut Agama Katolik, pasti bukan saja penciptanya yang menjadi bahagian dari sejarah Indonesia, tetapi setiap warga negara Indonesia yang peduli sejarah yang menyanyikan lagu tersebut pasti mengenal siapa Wage Rudolf Supratman.

8. Masih banyak pejuang pejuang kemerdekaan yang bukan Islam punya modal dalam perjuangan kemerdekaan, tanpa mereka dicap kafir pada waktu itu.

9. Mengapa saya sengaja mengutip sejarah, siapa-siapa saja yang turut mengambil bahagian dalam pembangunan Indonesia. Agar kita sadar bahwa kemerdekaan Indonesia bukan monopoli satu golongan saja.

10. Kebebasan berpendapat di era reformasi, menyebabkan golongan-golongan anarkis tertentu melalui kebebasan berpendapat, memprovokasi kelompok tertentu menyebabkan terjadinya sekat-sekat/garis pemisah antara sesama warga negara. Sebutan kafir adalah kata provokasi yang membahayakan, sekalipun itu “katanya” dilindungi di bawah bendera “Kebebasan Menyatakan Pendapat”.

Saya sendiri menyaksikan di waktu pemilihan Gubernur DKI. Salah satu slogan yang saya saksikan di sudut-sudut jalan DKI adalah “Jangan memilih kafir”. Tentu ini merupakan kampanye terang-terangan untuk tidak memilih Ahok yang oleh mereka dicap kafir.

Di era Presiden Soeharto, kelompok-kelompok ekstrimis pasti dilarang, bahkan menjadi target penghukuman di bawah Undang-undang subversif.

11. Dalam buku saya berjudul “Terorisme Tragedi Umat Manusia”, di halaman 6, saya sempat mengutip kata-kata pernyataan perang Osama bin Laden yang berbunyi sebagai berikut : “We – with God Help — call on every muslims who believes in God and wishes to be rewarded to comply with God’s order to kill the Americans and plunder their money wherever and whenever they find it”.

Bayangkan apa benar Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Adil membenarkan agar pengikut Osama bin Laden membunuh dan menjarah kekayaan orang Amerika? Bahkan di bawah bendera kebebasan berpendapat golongan extremist Amerika membuat provokasi untuk “Kill the Infidel”, “Bunuh si KafIr”. Setelah peristiwa hancurnya Twin Tower yang dikenal sebagai peristiwa Black September 2001, Amerika mulai membatasi kebebasan berpendapat yang sifatnya provokatif dan indoktrinatif.

12. Di era Pemerintahan Presiden Soeharto, saya pernah membela Pendiri Gerakan Negara Islam Indonesia, saudara Adah Djaelani. Setiap usaha separatisme oleh golongan yang mempunyai ideologi berbeda dengan Pancasila, tidak dibiarkan bertumbuh kembang oleh Presdien Soeharto melalui Undang- undang Subversif.

BACA JUGA  OC Kaligis Kembali Kirim Surat ke Presiden Jokowi, Begini Isinya
Kesbangpol Banten

Tinggalkan Balasan