Hemmen

Distorsi Operasi Politik Berkedok Hukum

OC Kaligis
OC Kaligis (dok.SP)

34. Kegagalan KPK .Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002.

35. Saya termasuk Pengacara pertama yang membela di KPK, dalam kasus sangkaan korupsi Gubernur Abdullah Puteh. Bersama para Bupati melalui perundingan ketat menyebabkan DPRD sekaku mitra kerja Pak Gubernur menyetujui pembelian helikopter MI2 buatan Rusia, untuk menjalankan tugas dinas, karena di perjalanan sering dihadang oleh GAM. Walaupun pembelian helikopter disetujui bersama, hanya Gubernur Puteh dan penjual helikopter Bram Manoppo yang divonis bersalah.

Idul Fitri Kanwil Kemenkumham Bali

36. Pernyataan eks Gubernur Papua Bapak Barnabas Suebu. Dua kali dipilih sebagai gubernur. Pejuang NKRI, di saat Papua hendak memisahkan diri dari NKRI. Dua kali Gubernur. Dua kali pula pertanggungjawabannya sebagai Gubernur, dibenarkan, disahkan oleh DPRD, selaku mitra gubernur. Divonis untuk kebijakan yang dibuatnya, kebijakan mana tidak pernah terealiser. Pernyataan Barnabas Suebu tatkala bersama menghadiri sidang di Mahkamah Konstitusi, menjawab pertanyaan wartawan, untuk kasus yang dihadapinya: Saya menyesal menjadi bagian NKRI, NKRI yang ikut saya perjuangkan. Pernyataan ini dilontarkan beliau sebagai tanda kekecewaan beliau, terhadap vonis pidana yang dijatuhkan terhadap dirinya. Beliau sama sekali tidak merampok uang negara. Divonis atas dasar kebijaksanaan yang diambilnya. Kebijaksanaan yang tak pernah di laksanakan.

37. Baik dalam kasus Abdullah Puteh maupun dalam kasus Barnabas Suebu, sama sekali keuangan negara tidak dirugikan. Mereka toh dipersalahkan. Kasus pidana Abdullah Puteh merupakan bukti adanya tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Perkara perdata dijadikan pidana, akibatnya pihak penjual Bram Manoppo, bukannya dibayar, juga ditetapkan statusnya sebagai tersangka. Akibat selanjutnya perusahaan Bram Manoppo, bangkrut. Sedangkan untuk kasus Barnabas Suebu, kebijakan yang melekat pada kekuasaan dijadikan pidana.

38. Karena tidak adanya pengawasan eksternal, kasus tebang pilih yang dilakukan KPK, bebas terjadi, tanpa adanya pengawasan.

39. Campur tangan Presiden SBY.

40. Seandainya dalam kasus korupsi Bibit-Chandra, Bibit- Chandra  tidak dibebaskan oleh SBY melalui Deponeering, sudah lama praktek korupsi di KPK terbongkar habis.

41. Padahal Presiden SBY sendiri melalui maklumat Cikeas memproklamirkan pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.

42. Sejak deponeering kasus korupsi Bibit Chandra, KPK makin berjaya, karena dugaan korupsi apapun yang terjadi di tubuh KPK, korupsi tersebut selalu tertutup bagi masyarakat, karena KPK “dilindungi” oleh ICW yang diduga dibiayai KPK dan media pendukung, seperti harian Kompas, Mingguan Tempo, Detik.com, dan sejumah media besar.

43. Walaupun UU Tipikor berstatus Ad Hoc, kekuasaannya di atas otoritas Polisi, Jaksa, Hakim dan Lembaga Pemasyarakatan. Padahal kedudukan Polisi, Jaksa, dan KPK dalam memberantas korupsi, seharusnya sama dan diharuskan adanya koordinasi di antara mereka. Apalagi KPK yang Ad Hoc, sekalipun independen, dalam memberantas korupsi harus berkoordinasi dengan penyidik baik dari kepolisian, maupun dari kejaksaan.

44. Era Hakim Agung Artidjo.

BACA JUGA  “Catatan Kritis” Kelemahan Regulasi Pandemi Covid-19
Barron Ichsan Perwakum

Tinggalkan Balasan